Jumat, 16 Desember 2011

KEBIJAKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG UJIAN NASIONAL


TUGAS MAKALAH

PENGANTAR  PENDIDIKAN

“KEBIJAKAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL TENTANG UJIAN NASIONAL”
Dosen Mata Kuliah:
Drs. H.G RACHMAD BASUKI, M.Pd




Oleh:
AGUSTINUS LAMUNDE
NPM: 2091000510024
FPIEK/PJKR/2009






FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
INSTITUT PENDIDIKAN IKIP BUDI UTOMO
MALANG  2009

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa atas bimbingan dan penyertaanyalah saya dapat meyelesaikan makalah ini dengan baik. Adapun judul dari makalah tersebut adalah
“Tanggapan Mendiknas Tentang Ujian Nasional”
Sayapun menyadari bahwa makalah ini belum tentu telah sempurna. Saya berharap agar kritik dan saran yang saudara berikan kepada saya dapat memberikan motifasi dan dukungan yang bersifat membangun.

Sebelum membahas makalah tersebut Kami ucapkan:
Limpah Terima Kasih
Kepada dosen dan teman-teman kelas membahas makalah ini


Penulis






DAFTAR ISI
COVER         
KATA PENGANTAR ...................................................................................................................................... ............
DAFTAR ISI          ............................................................................................................................................. ............

BAB   I :         PENDAHULUAN .................................................................................................................... ............
                         1 .     Latar Belakang Masalah............................................................................................................
                         2.      Rumusan Masalah  .....................................................................................................................
3.      Tujuan ...........................................................................................................................................

BAB   II ;        PEMBAHASAN........................................................................................................................ ............
1.         Peraturan dan kebijakan  menteri pendidikan nasional tentang ujian nasional..............
2.         Tanggapan Mahkamah Agung Tentang Ujian Nasional  ...................................................

BAB  II;          PENUTUP ................................................................................................................................. ............
1.         Kesimpulan ...................................................................................................................................
2.         Saran                                                                                                                                   ............

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... ............


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, dan oleh karena itu setiap warga negara Republik Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang merata dan bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimiliknya tanpa memandang status sosial, etnis dan gender sehingga sebagai anggota masyarakat akan memiliki afeksi, kecerdasan dan keterampilan yang akan berguna untuk mengenal dan mengatasi masalah dirinya dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila. Untuk mencapai hat tersebut, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2004-2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional, yaitu: 1) Mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai, 2) Mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis, dan 3) Mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera.
Untuk mewujudkan masyarakat yang aman, adil, dan sejahtera, bangsa Indonesia harus memiliki sumber daya manusia (sdm) yang berkualitas. oleh karena itu, kebijakan menteri pendidikan nasional harus mampu mewujudkan pemerataan pendidikan yang bermutu sebagaimana amanat penting yang harus diemban oleh pemerintah dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. hal itu merupakan prasyarat untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas bangsa Indonesia yang sejajar dengan bangsa lain di era global, yang ditandai oleh persaingan internasional yang makin ketat. dengan demikian, perspektif pembangunan pendidikan masa yang akan datang tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik perserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia indonesia seutuhnya.
Dalam perspektif sosial, pendidikan akan melahirkan insan-insan terpelajar yang mempunyai peranan penting dalam proses perubahan sosial di dalam masyarakat.
Dalam perspektif budaya, pendidikan juga merupakan wahana penting dan medium yang efektif untuk mengajarkan norma, mensosialisasi nilai, dan menanamkan etos di kalangan warga masyarakat.
Dalam perspektif ekonomi, pendidikan akan menghasilkan manusia­manusia yang andal untuk menjadi subyek penggerak pembangunan ekonomi nasional.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas pada bab  II pembahasan berikut;
    1. Apa keputusan menteri pendidikan nasional tentang ujian nasional.?
    2. Kebijakan apa saja yang di ambil oleh menteri pendidikan nasional?
    3. masalah apa saja yang menghadang keputusan menteri pendidikan tentang ujian nasional.
C.    Tujuan
Mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, serta visi dan misi tersebut di atas, maka ditetapkan tujuan pembangunan pendidikan nasional jangka menengah sebagai berikut.
1.      Meningkatkan iman, takwa, dan akhlak mulia, serta kualitas jasmani peserta didik;
2.      Meningkatkan etika dan estetika, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka meningkatkan kesejahteraan manusia dan masyarakat Indonesia;
3.      Meningkatkan pemerataan kesempatan belajar pada semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan bagi semua warga negara secara adil, tidak diskriminatif, dan demokratis tanpa membedakan tempat tinggal, status sosial-ekonomi, jenis kelamin, agama, kelompok etnis, dan kelainan fisik, emosi, mental serta intelektual;
4.      Menuntaskan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun secara efisien, bermutu dan relevan sebagai landasan yang kokoh bagi pengembangan kualitas manusia Indonesia dalam pendidikan lebih lanjut;
5.      Menurunkan secara signifikan jumlah penduduk buta aksara dan memiliki berbagai kecakapan hidup;
6.      Memperluas akses pendidikan non-formal bagi penduduk laki-laki maupun perempuan yang belum sekolah, tidak pernah sekolah, buta aksara, putus sekolah dalam dan antar jenjang serta penduduk lainnya yang ingin meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk meningkatkan kualitas hidup;
7.      Meningkatkan daya saing bangsa dengan menghasilkan lulusan yang mandiri, bermutu, terampil, ahli dan profesional, mampu belajar sepanjang hayat, serta memiliki kecakapan hidup yang dapat membantu dirinya dalam menghadapi berbagai tantangan dan perubahan;
8.      Meningkatkan kualitas pendidikan dengan tersedianya standar pendidikan nasional dan standar pelayanan minimal (SPM), serta meningkatkan kualifikasi minimun dan sertifikasi bagi tenaga pendidik dan tenaga kependidikan lainnya;
9.      Meningkatnyn relevansi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan melalui peningkatan hasil penelitian, pengembangan dan penciptaan ilmu pengetahuan dan teknologi oleh perguruan tinggi serta penyebarluasan dan penerapannya pada masyarakat;
10.  Menata sistem pengaturan dan pengelolaan pendidikan yang semakin efisien, produktif, dan demokratis dalam suatu governance yang baik dan akuntabel;
11.  Meningkatnya efektifitas dan efisiensi manajemen pelayanan pendidikan melalui peningkatan pelaksanaan manajemen berbasis sekolah, peran serta masyarakat dalam pembangunan pendidikan, serta efektivitas pelaksanaan otonomi dan desentralisasi pendidikan termasuk otonomi keilmuan;
12.  Mempercepat pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme untuk mewujudkan Depdiknas yang bersih dan berwibawa;
Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan kerangka kebijakan pembangunan pendidikan, baik yang bersifat umum dan strategic, sehingga pada gilirannya akan dapat dituangkan program , strategi pelaksanaan, jenis kegiatan, target-target yang realistis dalam jangka lima tahun.

BAB II
PEMBAHASAN

Pendidikan merupakan penentu perkembangan kemajuan suatu bangsa, dimana melalui pendidikan tersebut dapat mencetak sumber daya yang berkompeten dan berkualitas. Dalam mencapai pendidikan yang mampu mencetak sumber daya yang berkompeten dan berkualitas tersebut dapat dilihat dari  keberhasilan pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh para guru terhadap para siswanya. Untuk menilai dan mengukur keberhasilan pembelajaran yang selama ini dilakukan sangat diperlukan adanya suatu evaluasi. Evaluasi ini dilakukan untuk menilai dan mengukur sudah sejauh mana dan seberapa keberhasilan dan kemajuan kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
Kegiatan survei ujian nasional yang penulis lakukan ini pada dasarnya untuk memenuhi tugas mata kuliah evaluasi pengajaran agar dapat mengetahui dan menganalisis pelaksanaan evaluasi pembelajaran yang diselenggarakan secara nasional. Evaluasi pembelajaran yang diselenggarakan secara nasional atau dengan lazim disebut sebagai ujian nasional dilakukan dengan tujuan sebagai mana makna evaluasi yang telah disebutkan yaitu untuk menilai dan mengukur kompetensi peserta didik secara nasional yang dilaksanakan mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pada jenjang pendidikan menengah setelah mengikuti pembelajaran yang diberikan para guru pada pendidikan formal.  Akan tetapi masih terdapat adanya kontra dengan makna pelaksanaan ujian nasional tersebut yang menyebutkan bahwa pelaksanaan ujian nasional tidak dapat mengukur dan menilai kompetensi peserta didik yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan munculnya sikap penyimpangan atau penyelewengan saat pelaksanaan ujian nasional berlangsung, misalnya terjadi pembocoran soal dan kunci jawaban, bahkan siswa nekat menyontek saat berlangsungnya ujian nasional, dll, sehingga dengan adanya hal-hal tersebut banyak orang yang berasumsi bahwa pelaksanaan ujian nasional tidak perlu diadakan. Adapun orang-orang yang berasumsi bahwa pelaksanaan ujian nasional perlu diadakan, hal ini seperti dikatakan oleh Bapak La Ode Suharman selaku wakil kepala sekolah bidang kurikulum, ia mengatakan bahwa ujian nasional yang selama ini dilaksanakan banyak memiliki manfaat baik bagi sekolah, guru, dan para siswa-siswanya, yaitu sebagai berikut :
Yang pertama, dengan diterapkannya ujian nasional dapat dijadikan evaluasi antara sekolah yang satu dengan yang lain atau sebagai perbandingan kemampuan antar sekolah dengan SKL yang sama yang ditentukan dalam ujian nasional. Jadi menurutnya hasil ujian nasional antar sekolah yang berbeda dapat dijadikan perbandingan untuk di evaluasi, sehingga dapat ternilai dan terukur apakah tujuan dan proses belajar di sekolah selama ini sudah mampu mencapai ketentuan yang terdapat pada standar nasional,dan dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pengadaan pembelajaran berikutnya untuk mempersiapkan siswa menghadapi ujian nasional selanjutnya pada tahun ajaran yang berbeda. Yang ke dua, ujian nasional perlu dilaksanakan karena sebagai ajang kompetitif dalam konteks kemajuan di antara yang satu dengan yang lain. Menurutnya diterapkannya ujian nasional dapat dijadikan motivasi para siswa dan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran agar mampu berkompetisi atau bersaing dengan sekolah yang lain dalam menunjukkan prestasi yang terbaik.
Yang ketiga, menurutnya ujian nasional sebagai evaluasi dalam skala nasional terhadap pendidikan yang ada walaupun bukan satu-satunya acuan, maksudnya ujian nasional dapat dijadikan sebagai pengukuran dan penilaian dalam skala nasional terhadap pendidikan yang selama ini diterapkan kepada sekolah-sekolah, misalnya sejauh mana pendidikan yang menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan dapat berhasil diterapkan dengan melihat hasil ujian nasional yang menggunakan pendidikan tersebut, meskipun ujian nasional bukan satu-satunya acuan untuk melihat keberhasilan pendidikan.
Dengan adanya perbedaan kedua pendapat ini, maka penulis mengadakan survei ujian nasional ke salah satu satuan pendidikan untuk melihat apa yang menjadi alasan kegiatan ujian nasional masih dilakukan, yang dilihat dari perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, masalah-masalah yang terjadi dalam pelaksanaan ujian nasional, dan upaya yang dilakukan salah satu satuan pendidikan dalam menghadapi ujian nasional.


A.    Peraturan dan kebijakan  Menteri Pendidikan Nasional Tentang Ujian Nasional
Sesuai dengan keputusan menteri pendidikan melalui undang-undang nomor 72 tahun 2009 tentang ujian nasional sekolah mengah pertama: Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1.       Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
2.       UN utama adalah ujian nasional yang diselenggarakan bagi seluruh peserta ujian yang terdaftar sebagai peserta UN tahun pelajaran 2009/2010.
3.       UN susulan adalah ujian nasional yang diselenggarakan bagi peserta didik yang tidak dapat mengikuti UN utama karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah.
Badan Standar Nasional Pendidikan yang dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah yang selanjutnya disebut standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi minimal untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 22 Tahun 2006. Standar Kompetensi Lulusan yang selanjutnya disebut SKL adalah standar kompetensi minimal yang harus dikuasai oleh peserta didik, Kisi-kisi soal UN adalah acuan dalam pengembangan dan perakitan soal ujian yang memuat SKL dan kemampuan yang diujikan. Prosedur operasi standar yang selanjutnya disebut POS adalah prosedur operasi standar yang berkaitan dengan teknis pelaksanaan ujian nasional yang ditetapkan oleh BSNP. Kompetensi keahlian kejuruan adalah kemampuan teknis peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan. Pemerintah daerah adalah pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah adalah Pemerintah Pusat. Departemen adalah Departemen Pendidikan Nasional Menteri adalah Menteri Pendidikan Nasional. Perguruan tinggi adalah perguruan tinggi negeri yang ditetapkan oleh BSNP berdasarkan rekomendasi Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia.
Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Hasil UN digunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk:
a.    pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan;
b.    seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya;
c.    penentuan kelulusan peserta didik dari program dan/atau satuan pendidikan;
d.   pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam upaya
       peningkatan mutu pendidikan.
Setiap peserta didik berhak mengikuti UN SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB, atau SMK.
Peserta didik yang berhak mengikuti ujian nasional SMPLB dan SMALB adalah peserta didik yang mempunyai kelainan tunanetra, tunarungu, tunadaksa ringan, dan tunalaras.
Untuk mengikuti UN, peserta didik harus memenuhi persyaratan:
 a.  telah berada pada tahun terakhir di SMP, MTs, SMPLB, SMA, MA, SMALB,
atau SMK.
 b.  memiliki laporan lengkap penilaian hasil belajar pada SMP, MTs, SMPLB,
SMA, MA, SMALB, atau SMK mulai semester I tahun pertama hingga
semester I tahun terakhir; dan
c.   memiliki ijazah atau surat keterangan lain yang setara, atau berpenghargaan
sama dengan ijazah dari satuan pendidikan yang setingkat lebih rendah,
atau memiliki bukti kenaikan kelas dari kelas III ke kelas IV untuk siswa
Kulliyatul-Mu’alimin Al-Islamiyah (KMI)/Tarbiyatul-Mu’alimin Al-Islamiyah
(TMI) yang pindah ke SMA/MA atau SMK.
Peserta didik yang karena alasan tertentu dan disertai bukti yang sah tidak dapat mengikuti UN utama dapat mengikuti UN susulan. Peserta didik yang belum lulus UN berhak mengikuti UN Tahun Pelajaran 2009/2010.
Sesuai keputusan menteri pendidikan nasional Mata pelajaran yang diujikan pada UN yaitu :
a)  Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPA, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Fisika, Kimia, dan Biologi;
b) Mata Pelajaran UN SMA/MA Program IPS, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Ekonomi, Sosiologi, dan Geografi
c)  Mata Pelajaran UN SMA/MA Program Bahasa, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Bahasa Asing lain yang diambil, Sejarah Budaya/ Antropologi, dan Sastra Indonesia
d) Mata Pelajaran UN MA Program Keagamaan, meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, Tafsir, Hadis, dan Fikih;
e)  Mata Pelajaran UN SMK meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Teori Kejuruan;
f)  Mata Pelajaran UN SMALB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika; dan
g) Mata Pelajaran UN SMP/MTs, dan SMPLB meliputi: Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, dan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
Standar Kompetensi Lulusan Ujian Nasional (SKLUN) Tahun Pelajaran 2009/2010 merupakan irisan (interseksi) dari pokok bahasan/sub pokok bahasan Kurikulum 1994, Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar pada Kurikulum 2004, dan Standar Isi. Kisi-kisi soal UN disusun berdasarkan SKL UN Tahun Pelajaran 2009/2010. Kisi-kisi soal UN Tahun Pelajaran 2009/2010 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum pada Lampiran Peraturan Menteri ini. Soal UN disusun dan dirakit berdasarkan kisi-kisi soal UN Tahun Pelajaran 2009/2010. Soal UN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikembangkan dan dikelola oleh Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Badan Penelitian Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional dibawah koordinasi BSNP. Soal UN ditelaah oleh guru, dosen, dan Puspendik di bawah koordinasi BSNP. Soal UN ditetapkan oleh BSNP. Penggandaan soal UN dilakukan di tingkat regional oleh percetakan perguruan tinggi negeri yang ditunjuk. Prosedur penggandaan soal UN sebagaimana tercantum pada ayat (1) diatur dalam petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh BSNP. UN diselenggarakan oleh BSNP yang pelaksanaannya bekerja sama dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah, pemerintah provinsi, perguruan tinggi, pemerintah kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Dalam penyelenggaraan UN, Menteri bertanggung jawab untuk:
 a.  menetapkan  sekolah/madrasah  penyelenggara  untuk  peserta  didik  pada
sekolah Indonesia di luar negeri;
 b.  menetapkan jumlah dan sumber dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan
UN;
 c.  menyediakan blangko surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN);       serta
 d.  memantau, mengevaluasi, dan menetapkan program tindak lanjut.Tugas dan tanggungjawab BSNP, gubernur, perguruan tinggi negeri, bupati/walikota, duta besar Republik Indonesia, satuan pendidikan (sekolah/madrasah) dalam penyelenggaraan UN diatur dalam POS UN 2009/2010. Dalam penyelenggaraan UN, BSNP melakukan kontrak kerja (MoU) dengan Gubernur, perguruan tinggi negeri, bupati/walikota, kepala dinas pendidikan provinsi/kab/kota sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Perguruan tinggi negeri berfungsi sebagai koordinator pelaksana pengawasan UN satuan pendidikan SMA/MA dan pemantau UN SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK bekerja sama dengan dinas pendidikan provinsi, Kantor Wilayah Departemen Agama (Kanwil Depag), dan Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi pelaksanaan pengawasan UN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam POS UN. Peserta UN SMA/MA mengikuti ujian di satuan pendidikan lain sesuai ketentuan yang diatur dalam POS.
Peserta ujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam satu ruangan terdiri atas peserta ujian dari beberapa sekolah/madrasah dalam satu kecamatan dan/atau kabupaten/kota. Pengawas ruang UN SMA/MA pada setiap satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari guru-guru satuan pendidikan yang bersangkutan yang mata pelajarannya tidak sedang diujikan. Pengawas ruang UN SMP/MTs, SMPLB, SMALB, dan SMK dilakukan oleh tim pengawas yang terdiri dari guru-guru yang mata pelajarannya tidak sedang diujikan dengan sistem silang murni antar sekolah/madrasa Pelaksanaan UN SMA/MA di setiap provinsi, kabupaten/kota dan sekolah/madrasah diawasi oleh pengawas satuan pendidikan dari perguruan tinggi.Pelaksanaan UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA SMALB, dan SMK di setiap provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah/madrasah dipantau oleh tim pemantau independen (TPI). Pemindaian lembar jawaban ujian nasional (LJUN) SMA/MA dilakukan oleh perguruan tinggi negeri. Pemindaian LJUN SMK, SMP/MTs, SMPLB , SMALB, dan SMK dilakukan oleh dinas pendidikan Penskoran hasil UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK dilakukan oleh Puspendik dengan supervisi BSNP. Daftar nilai hasil UN setiap sekolah/madrasah diterbitkan oleh penyelenggara UN tingkat provinsi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BSNP. Puspendik mengelola arsip permanen dari hasil UN di bawah koordinasi dan tanggung jawab BSNP. Peserta UN SMP/MTs, SMPLB, SMA/MA, SMALB, dan SMK dinyatakan lulus jika memenuhi standar kelulusan UN sebagai berikut:
 a.  memiliki nilai rata-rata minimal 5,50 untuk seluruh mata pelajaran yang
diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran
dan minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya;
 b.  khusus untuk SMK, nilai mata pelajaran praktik kejuruan minimal 7,00 dan
digunakan untuk menghitung rata-rata UN.
c. Pemerintah daerah dan/atau satuan pendidikan dapat menetapkan batas kelulusan di atas nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sebelum pelaksanaan UN.
d. Peserta UN diberi surat keterangan hasil ujian nasional (SKHUN) yang diterbitkan oleh sekolah/madrasah penyelenggara.
e. Biaya  penyelenggaraan  UN  SMP/MTs,  SMPLB,  SMA/MA,  SMALB,  dan  SMK sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah.

B.     TANGGAPAN MAHKAMAH AGUNG TENTANG KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN
Sesuai dengan keputusan menteri pendidikan nasional tentang  UN 2010 tetap dilaksanakan. sudah ada keputusan mengenai Ujian Nasioanl ( UN) yang menjadi kontroversi di dunia pendidikan ini. Dengan keputusan ini berarti UN ilegal untuk dilaksanakan. menurut beritanya dari berbagai media.    Mahkamah Agung (MA) melarang ujian nasional (UN). Kasasi gugatan UN yang diajukan pemerintah, ditolak oleh  Mahkamah Agung. Sementara Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) M Nuh menyatakan, meski UN bisa saja ditiadakan, namun UN 2010 tetap akan dilaksanakan. Seperti yang dilansir resmi oleh Mahkamah Agung, lembaga tersebut memutuskan menolak kasasi perkara dengan nomor register 2596 K/PDT/2008 yang diputuskan pada 14 September 2009 lalu. Perkara gugatan warga negara (citizen lawsuit) ini diajukan Kristiono cs. ”Majelis hakim terdiri dari ketua majelis hakim Mansyur Kartayasa, Imam Harjadi, dan Abas Said,” terang Kepala Sub Bagian (Kasubag) Humas MA, Andri Tristianto, Rabu. Dalam isi putusan ini, para tergugat yakni presiden, wakil presisen, Mendiknas, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dinilai lalai memenuhi kebutuhan hak asasi manusia (HAM) di bidang pendidikan. Pemerintah juga lalai meningkatkan kualitas guru. Sementara itu, pihak penggugat yang menamakan diri Tim Advokasi Korban UN (Tekun) dan Eduvation Forum mendesak pemerintah untuk mematuhi putusan MA. Satu-satunya Mendesak pemerintah untuk menghargai upaya hukum yang dilakukan masyarakat dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Meminta pemerintah tidak melakukan upaya hukum apapun,” ujar Koordinator Tekun, Gatot Goei, di sela-sela acara syukuran di Kantor LBH Jakarta, Gatot menegaskan yang dipermasalahkan pihaknya sebagai masyarakat adalah menggunakan UN sebagai syarat satu satunya kelulusan. ”UN tidak berpengaruh sama sekali, anggaran tiap tahun dikeluarkan tapi tidak meninggalkan apapun kecuali masalah baru. Kita tidak mempermasalahkan kecuali ke perguruan tinggi. Yang kita permasalahkan adalah UN sebagai syarat satu-satunya kelulusan,” imbuhnya. Menurut Gatot, untuk mengubah sistem itu, Mendiknas diminta membangun sistem pendidikan yang lebih baik jika UN ditiadakan dengan putusan kasasi MA ini. Gatot juga mendesak MA memberikan salinan putusan ke tim advokasi. Dia mengaku, meski sudah diputus pada 14 September, Depdiknas belum mendapat amar putusannya. Dan sebenarnya, putusan ini sama dengan putusan di pengadilan negeri pada 2007 dan pengadilan tinggi pada 2008. Pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret, misalnya untuk gangguan psikologi pada anak, dengan melakukan perbaikan UN. Jadi bukan UN ditolak, tapi ada perbaikan. Sejak 2005, kita melakukan perbaikan UN, mengurangi stres peserta didik dengan melakukan ujian ulang, yang tidak lulus bisa mengikuti ujian nasional,” jelasnya.
Meskipun menyatakan UN bisa ditiadakan, namun Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas), M Nuh menyatakan UN 2010 tetap harus berjalan. ”Keputusan menteri ada, peraturan (UN 2010) sudah dibuat, sudah ada di APBN, masuk program nasional,” kata M Nuh mengisyaratkan pelaksanaan UN 2010 tetap harus berjalan. Meski demikian pihaknya menunggu penjelasan resmi MA perihal penolakan kasasi itu. Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP) masih mempelajari isi putusan MA. Namun ditegaskan pelaksanaan UN penting untuk pendidikan nasional.
Sistem pendidikan Indonesia memang terkesan bolak-balik, karena masyarakat menilai proses pelaksanaan UN masih karut-marut. Dia mengatakan, jika ujian nasional itu nanti dibebankan kepada sekolah artinya hal itu tantangan bagi pihak sekolah dan guru untuk memberikan evaluasi secara objektif. Guru harus memberikan evaluasi kepada siswa berdasarkan kompetensinya. ”Dulu ada kesan ujian nasional dilaksanakan di sekolah, pihak sekolah terkesan asal meluluskan siswa. Jika sekarang UN dilaksanakan di sekolah maka penyelenggara harus dapat dipercaya,” paparnya.
          Mahkamah Agung menolak permohonan pemerintah terkait perkara ujian nasional, dalam perkara Nomor : 2596 K/Pdt/2008 dengan para pihak Negara RI cq Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono; Negara RI cq Wakil Kepala Negara, Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional, Bambang Sudibyo; Negara RI cq Presiden RI cq Menteri Pendidikan Nasional cq Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan, Bambang Soehendro melawan Kristiono, dkk (selaku para termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para Terbanding). Ini berarti putusan perkara dengan Nomor Register 2596 K/PDT/2008 itu sekaligus menguatkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 6 Desember 2007 yang juga menolak permohonan pemerintah. Namun, pada saat itu pemerintah masih melaksanakan UN pada tahun 2008 dan 2009. Ini berarti pelaksanaan UN 2008, 2009 yang ‘memaksa’ kelulusan siswa ditentukan beberapa hari merupakan tindakan melanggar hukum. Dalam hal ini, Presiden SBY, Wakil Presiden JK, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo, dan Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Bambang S, dinyatakan lalai memberikan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) terhadap warga negara, khususnya hak atas pendidikan dan hak anak yang menjadi korban UN.
    Pemerintah juga dinilai lalai meningkatkan kualitas guru, terutama sarana dan prasarana sekolah, akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan UN. Pemerintah diminta pula untuk segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi gangguan psikologis dan mental peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan UN.
    Amunisi Terakhir Pemerintah, Peninjauan Kembali (PK)
    Meski MA melalui putusan perkara dan kasasi bahwa pemerintah dilarang melaksanakan UN sebagai standar baku kelulusan siwa. Namun, pemerintah masih bersikeras agar UN tetap dilaksanakan. Untuk melegalkan misi itu, pemerintah SBY melalui menteri Menteri Pendidikan Nasional dan BSNP akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan agar Ujian Nasional (UN) dilarang. Inilah satu-satunya amunisi yang tersisa bagi pemerintah untuk melegalkan pelaksanaan UN.
Bila PK ini dimenangkan oleh pemerintah SBY, maka UN 2010 akan legal dilaksanakan. Namun, jika PK ini ditolak, maka secara yuridis pemerintah dilarang melaksanakan UN 2010. Ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah terutama Mendiknas. Pelaksanaan UN tanpa dasar hukum berpoteni menjadi tindakan kriminal kepada negara karena telah ‘menghabiskan anggaran negara untuk kegiatan berlawanan hukum”.
Pada tahun 2009, pemerintah menghabiskan 572 miliar rupiah (setengah triliun) untuk pelaksanaan ujian nasional. Namun sayangnya, anggaran negara yang besar yang dikeluarkan untuk pelaksanaan UN 2009 masih sarat dengan praktik ketidakjujuran.
Ketidaksiapan penyelenggaraan UN yang bersih dan jujur, membuat dunia pendidikan menjadi tercoreng. Pendidikan yang bertujuan untuk mendidik ilmu pengetahuan dan moralitas siswa didik pada akhirnya mendidik ketidakjujuran siswa itu sendiri. Disisi lain yang lebih mendasar, pelaksanaan UN tanpa persiapan yang memadai secara langsung mendidik sikap mental siswa untuk mencapai sesuatu secara instan. Sehingga baik siswa maupun tenaga pendidik  cenderung terbentuk watak ‘manusia instan’.
    Selain itu, telah terjadi pergeseran paradigma para pendidik. Banyak tenaga pendidik di sekolah-sekolah merasa bahwa mereka mendidik siswa-siswi hanya  untuk meluluskan siswanya dari UN. Proses panjang dalam belajar-mengajar selama 3 atau 6 tahun, hanya ditentukan 3-5 hari Ujian. Hal ini semakin jauh dari esensi pendidikan yakni mendidik. Sekolah dan tenaga pendidik semulanya berperan besar pada mendidik siswa dalam pengetahuan, etika dan moral, kini cenderung mengajar bagaimana lulus UN.  Hal ini pun dimanfaatkan bermacam-macam lembaga pendidikan, baik diluar sekolah maupun di internal sekolah [menjadi alasan sekolah menarik iuran dari orang tua].
Ujian nasional (UN) yang tidak dijadikan salah satu syarat kelulusan siswa akan menyebabkan pesera ujian tidak serius mempersiapkan diri. Karena itu, UN 2010 tetap akan dipakai sebagai syarat kelulusan siswa dari satuan pendidikan, selain untuk memperkuat pemetaan pendidikan di Tanah Air.
Terkait usul untuk menjadikan UN hanya sebagai pemetaan pendidikan, Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas)Mohammad Nuh di Jakarta, Senin (14/12/2009), meminta supaya kontroversi UN sebagai syarat kelulusan atau pemetaan pendidikan dihentikan. “Kalau hasil UN tidak melekat pada nilai pada orang per orang, maka bisa menjadi bias lagi. Karena UN itu tidak menentukan, nanti peserta menjawab sembarangan. Jadi kenapa persoalan UN terus kita kontroversikan? Jauh lebih baik, untuk menentukan kelulusan, juga untuk melihat standar pencapaian di tingkat nasional,” kata Nuh kepada wartawan.
Mendiknas menjelaskan, sebelum Indonesia merdeka sampai dengan tahun 1972 ada ujian negara. Pada saat itu tingkat kelulusan antara 30-40 persen.
Sejalan dengan itu, lanjut Mendiknas, pada tahun 1969 dimulai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang salah satu programnya adalah menaikkan angka partisipasi kasar (APK). Pada saat itu banyak dibangun SD Inpres supaya banyaka nak yang bisa masuk sekolah.
“Tetapi digelarnya ujian negara mengakibatkan banyak siswa yang tidak lulus. Kesempatan orang bersekolah menjadi terbatas. Melihat kondisi itu, kemudian dibuat kebijakan baru ujian sekolah yaitu kelulusannya diserahkan kepada sekolah, ” kata Nuh.
Mendiknas mengatakan, kebijakan yang kemudian diterapkan selama 20 tahun ini berdampak siswa lulus semua. “Kelulusan di setiap sekolah selalu 100 persen. Karena itu, dibuat yang namanya Ebtanas,” terang Mendiknas.
Nuh memaparkan Ebtanas merupakan kombinasi antara ujian negara dengan ujian sekolah. Pada Ebtanas nilai siswa ditentukan menggunakan rumus PQR yaitu gabungan dari nilai rapor, ujian sekolah, dan ujian nasional.
“Hasilnya, ujian yang diselenggarakan oleh nasional tadi dengan ujian yang diselenggarakan oleh sekolah ada gap yang luar biasa. Siswa tetap lulus semua,” ujar mantan Menteri Komuniaksi dan Informasi ini.
Menurut Nuh, berbagai jenis ujian sudah dilakukan dan hasilnya belum memuaskan. “Jadi apa yang diperdebatkan oleh orang-orang sekarang? Diserahkan kepada sekolah itu sudah dilakukan tahun 1972 dulu. Hasilnya jeblok, lulus semua. Munculah yang namanya seratus persenisasi. Lho kok sekarang mau ditarik lagi? Berarti kembali kepada (tahun) 1972 yang lalu,” ujar Mendiknas.
Di tengah kontroversi UN yang masih berlangsung, menurut Mendiknas, peserta didik tetap harus siap menghadapi ujian dan tidak terjebak pada perbedaan-perbedaan pendapat. “Orang yang paling baik adalah orang yang paling siap. Oleh karena itu, tugas utama guru mengajar, tugas utama murid adalah belajar. Kalau kita sudah siap, diuji oleh siapa pun tidak ada masalah,” jelas Nuh.
Mendiknas mendorong supaya siswa tahan banting dan mempunyai semangat yang tinggi. “Bagi saya tidak perlu dipertentangkan antara apakah itu pemetaan dan kelulusan,” tegas Mendiknas. Kcm

BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Sesuai dengan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan berdasarkan keputusan menteri pendidikan nasional 2009/2010 tentang ujian nasional bahwa ujian nasional tetap akan dilaksanakan sesuai dengan tingkat dan jurusan masing-masing yang berpedoman pada nilai-nilai yang di tentukan oleh badan khusus yang menagani ujian tersebut
B.     SARAN
Kepada pemerintah: pada hakekatnya pemrinatah harus tegas mengatasi ujian nasional ini dengan serius.
Kepada siswa/siswi agar lebih: berpartisipasi dan memahami lebih mendalah tujuan ujian yang sebenarnya.

Daftar Pustaka

Depdiknas, Kumpulan Hasil Presentasi Unit Utama Depdiknas pada Rapat Kerja Nasiona( Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta Depdiknas, 2005
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Balitbang, Depdiknas, 2003
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta : Sesjend, Depdiknas, 2005-08-22 Balitbang,
Depnakertrans, Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004 - 2009. Jakarta Depnakertrans, 2005
Rencana Tenaga Kerja Nasional Tahun 2005. Jakarta Depnakertrans, 2004
Ditjen PLSP Depdiknas, Program Pendidikan Luar Sekolah Tahun 2006. Jakarta : Ditjen PLS, 2005
Ghozali, Abbas, dkk, Analisis Biaya Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta : Balitbang, Depdiknas, 2004
Mc Mahon, Education Sector Review. Jakarta: Balitbang, Departemen Pendidikan Nasional, 2002
SAKERNAS BPS, Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia, Labor Force Situation in Indonesia. Jakarta : BPS, 2004
Setjen. Depdiknas, Petunjuk Teknis Pelaksanaan Anggaran di Lingkungan Depdiknas. Jakarta, 2005
Sudibyo, Bambang, Kebijakan Pembangunan Pendidikan Nasional: Disampaikan pada Rapat Kerja Nasional Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta 2005
UNESCO, The Dakkar for Action ; Education For Me ; Meeting Our Collective Commitment. France: Unesco, 2000


Tidak ada komentar:

Posting Komentar