Sabtu, 17 Desember 2011

PENGARUH KINERJA GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA


PENGARUH KINERJA GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA
Oleh : Subagio,M.Pd

Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagai subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Dedi Supriadi, 1999: 178). Hasil pe nelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Harus diakui bahwa guru merupakan faktor utama dalam proses pendidikan.

Meskipun fasilitas pendidikannya lengkap dan canggih, namun bila tidak ditunjang oleh keberadaan guru yang berkualitas, maka mustahil akan menimbulkan proses belajar dan pembelajaran yang maksimal (Neni Utami. 2003: 1). Guru sebagai pelaksana pendidikan nasional merupakan faktor kunci. Peningkatan prestasi belajar siswa akan dipengaruhi oleh kualitas proses pembelajaran di kelas. Oleh karena itu untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, proses pembelajaran di kelas harus berlangsung dengan baik, berdaya guna dan berhasil guna.

Sikap guru terhadap proses pembelajaran, akan mewarnai perilaku guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Sedangkan mengajar merupakan tugas utama seorang guru yang wajib berdampak positif untuk dirinya dan siswa, baik guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing maupun sebagai pencipta lingkungan belajar. Proses pembelajaran itu merupakan proses interaksi akademis antara guru dan siswa ditempat, pada waktu dengan isi yang diatur sedemikian rupa oleh sekolah dengan aspek-aspek pokok yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Kelancaran proses pendidikan dan pengajaran di sekolah banyak ditentukan oleh sikap dan perilaku guru dalam melaksanakan tugas mengajar. Persepsi guru terhadap kepemimpinan sekolah diperkirakan berpengaruh pula terhadap bagaimana perilaku kepala sekolah dalam memimpin guru-guru dan pegawai lainnya di sekolah, misalnya apakah guru merasa bahwa kepala sekolahnya dalam memberikan tugas-tugas tertentu kepadanya diikuti dengan arahan-arahan yang jelas dan konsisten; apakah guru-guru merasa bahwa kepala sekolahnya cukup memberikan bimbingan kepada guru-guru dalam melaksanakan tugas; apakah guru merasa bahwa kepala sekolahnya bertindak cukup baik dalam mengawasi guru-guru dalam bertugas.
Kondisi sebagaimana disebutkan di atas, memang memungkinkan menjadi bahan wacana sehubungan dengan adanya beberapa tipe kepemimpinan. Tipe-tipe kepemimpinan menurut Manley Jones seperti dikutif oleh Lindung Hutagalung terdiri atas tiga tipe kepemimpinan, yaitu : (1). Otokratik, pemimpin yang betindak keras, kekuasaan terpusat dan bawahan dianggap harus mengikuti kemauannya atau hanya sebagai pengikut yang melaksanakan apa yang diperintahkan. (2). Demokratik, yaitu pemimpin yang mengikut sertakan bawahan didalam pengambilan keputusan (terutama sebagai sumber informasi) dan kesepakatan merupakan dasar kepemimpinannya. (3). Lepas tangan (leisse fair), yaitu pemimpin yang menyerahkan hampir seluruh kepemimpinannya pada bawahannya. Di sini paling berperan adalah bawahan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas timbul pertanyaan, benarkah persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran. Para akhli pendidikan sepakat kepemimpinan kepala sekolah dalam mengarahkan, membimbing, memotivasi dan mengawasi berkorelasi positif terhadap guru-guru dalam bertugas.
Selain kepemimpinan kepala sekolah, aspek lain yang juga mungkin mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran adalah persepsi guru terhadap kondisi lingkungan kerja ditempat ia bertugas. Lingkungan kerja mendapat pertimbangan karena antara guru dengan lingkungan kerja tempat bertugas terjadi saling pengaruh mempengaruhi.
Lingkungan kerja merupakan tempat dan unsur-unsur dinamis yang ada disekitar seseorang bekerja. Lingkungan kerja yang baik akan memberikan rangsangan kepada guru untuk dapat bekerja dengan nyaman dan baik. Demikian pula sebaliknya, bila lingkungan kerja kurang mendukung akan mempengaruhi optimalisasi kerja yang dilakukan.
Guru sebagai pendidik dalam melaksanakan tugas mengajar akan dipengaruhi oleh lingkungan kerja dimana guru mengajar. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan, benarkah persepsi guru terhadap kepemimpinan kepala sekolah guru terhadap lingkungan kerjanya mempunyai hubungan yang berarti dengan sikap guru pada proses pembelajaran.
Proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik apabila didukung oleh guru yang mempunyai kompetensi dan kinerja yang tinggi, karena guru merupakan ujung tombak dan pelaksana terdepan pendidikan anak-anak di sekolah (Depdikbud, 1991/1992), dan sebagai pengembang kurikulum. Guru yang mempunyai kinerja yang baik akan mampu menumbuhkan semangat dan motivasi belajar siswa yang lebih baik, yang pada akhirnya akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.

Motivasi belajar siswa dapat dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi intern (internal motivation ) dan motiva si ekstern ( external motivation ). Motivasi intern munculkarena adanya faktor dari dalam, ya itu karena adanya kebutuhan, sedangkan motivasi ektern muncul karena adanya faktor dari luar, terutama dari lingkungan. Dalam kegiatan pembelajaran faktor eksternal yang ma mpu mempengaruhi motivasi belajar siswa adalah kinerja guru.
Pembelajaran yang sering juga disebut dengan belajar mengajar, sebagai terjemahan dari istilah “instruction ” terdiri dari dua kata, belajar dan mengajar ( teaching and learning ). Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pa da diri seseorang. Hal ini sesuai dengan pe ndapat Ormrod (2003: 188) yang mengatakan bahwa “Le arning is a relatively permanent change in behavior dueto experience”. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai akibat pengalaman. Pengalaman dalam kegiatan belajar dapat merupa kan sesuatu yang dialami sendiri maupun pengalaman orang lain. Dalam konteks program pelatihan ( training program ), Kirkpatrick (1988: 20) mendefinisikan belajar sebagai ” …..participants change attitudes, improve knowledge, and/or inc rease skill as a result of attending the program”. Inti pengertian be lajar dari dari dua pendapat tersebut adalah sama, yaitu adanya peruba han yang relatif permanen di dalam diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, kecakapan dan kema mpuannya, daya reaksinya, daya penerimaannya dan lain-lain aspek yang ada pada individu. Sama halnya dengan belajar, mengajarpun pada hakikatnya adalah suatu proses, yakni proses mengatur, mengorganisasi lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Nana Sudjana (2002 : 29) menyatakan bahwa mengajar adalah suatu proses mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada disekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa melakukan kegiatan belajar. Dalam proses pembelajaran, terdapat dua ke giatan yang terjadi dalam satu kesatuan waktu dengan pelaku yang berbeda. Pela ku belajar adalah siswa sedangkan pelaku pengajar (pembelajar) adalah guru. Kegiatan siswa dan kegiatan guru berlangsung dalam proses yang berka itan untuk mencapai tujuan instruksional tertentu. Jadi, dalam proses pembelajaran terjadi hubungan yang interaktif antara guru dengan siswa dalam ikatan tujuan instruksiona l. Karena pelaku dalam proses pembelajaran adalah guru dengan siswa, keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari faktor guru dan siswa. Menurut Cruickshank (1990: 10 - 11), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa dapat dibedakan menjadi empat variabel, yaitu : (a). Variabel Guru : Faktor dari variabel guru yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar siswa meliputi tingkat pendidikan, kemampuan mengajar, IQ, dan motivasi. (b). Variabel Konteks : Faktor variabel konteks dibedakan menjadi tiga, yaitu: a) variabel siswa, yang meliputi: kemampuan, pengetahua n dan sikap yang telah ada pada diri siswa; b) va riabel sekola h, meliputi: iklim, keramaian (kebisingan), ukuran sekolah dan komposisi etnik, c) variabe l konteks kelas, meliputi: ukuran kelas, buku-buku yang tersedia dan lingkungan fisik kelas (suhu, cahaya, ukuran ruang, kebisingan) (c). Variabel Proses : Faktor variabel proses pembelajaran yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu: a) kinerja guru dalam kelas, yang meliputi: kejelasan dalam menyampaikan pelajaran, semangat dalam mengajar, sikap yang me nyenangkan, dan variasi dalam menggunakan strategi mengaja r, b) perilaku siswa dalam kegiatan pembelajaran, yang dapat dibedakan menjadi sikap dan motivasi belajar siswa. (d). Variabel Produk : Variabel produk dibedakan antara hasil jangka pendek (segera) seperti sikap terhadap mata pelajaran dan perkembangan dalam kecakapan serta hasil jangka panjang seperti kecakapan profesioanal atau kecakapan dalam bidang kerja tertentu.

Berda sarkan pendapat di atas dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan belajar siswa adalah faktor proses pembelajaran. Dari faktor proses pembelajaran meliputi kinerja guru, sikap dan motivasi belajar siswa. Guru yang me mpunyai kinerja yang baik akan mampu menumbuhkan sikap positif dan meningkatkan motivasi belajar bagi para siswanya.
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah variabel guru. Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap kualitas pembelajara n, karena gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas, bahkan sebagai penyelenggara pendidikan di sekolah. Menurut Dedi Supriadi (1999: 178), di antara berbagai masukan (input ) ya ng menentuka n mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh presta si belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja guru. Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classrroom performance (Cruickshank, 1990: 5).

Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas.

Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningka tkan hasil belajar siswa.
Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan menga rahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.
Istilah kinerja dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah “performance”.
Menurut Kane (1986:237), kinerja bukan merupakan karakteristik seseorang, sepe rti bakat atau kemampuan, tetapi merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Pendapat tersebut menunjukka n bahwa kinerja merupakan perwujudan da ri kemampuan dalam bentuk karya nyata.
Kinerja dalam kaitannya dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu (Kane, 1986:237). Suryadi Prawirosentono (1999: 2) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai tujuan secara legal. Menurut Muhammad Arifin
(2004: 9), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keingingan (de sire) individu untuk menunjukkan perilaku dan ke sediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik.

Berdasarkan ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacherperformance) berkaitan dengan kompe tensi guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung de ngan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak akan mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motiva si untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan motivasi untuk menyelesaikan tugas da n motivasi untuk berkembang. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengata kan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru untuk mendemonstrasikan berbagai kecakapan dan kompetensi yang dimilikinya
(Depdiknas, 2004 : 11). Esensi dari kinerja guru tidak lain merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau kompetensi yang dimilikinya dalam dunia kerja yang sebenarnya. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

Menurut pasal 28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri dari: a) kompetensi pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) kompetensi profesional; dan, d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan menge lola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pe laksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adala h kemampuan ke pribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan be rakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang diteta pkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut yang mempenga ruhi kinerja guru dalam kelas secara langsung adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disusun rumusan kompetensi guru
SMP yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas. Rumusan tersebut difokuskan pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Ada pun rumusan kompetensi guru SMP yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas adalah:a.menguasai bidang studi atau bahan ajar,b.memahami kara kteristik peserta didik,c.menguasai pengelolaan pembelajaran,d.menguasai metode dan strategi pembelajaran,
e. menguasai penilaian hasil belajar siswa.

Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belaja r siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Ormrod menguraikan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kegiatan belajar sebagai berikut. Motivation has several effect on students’ learning and behavior:It direc ts behavior toward particular goal.It leads to increased effort and energy.It increases initiation of, and persistence in activities.It enhances cognitive processing. It le ad to improved performance (Ormrod, 2003: 368 -369).

Motivasi memiliki pengaruh te rhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningka tnya semangat dan ketekunan dalam belajar. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energy yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik. Dala m pengertian umum, motivasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas guna mencapai tujuan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984: 270), menyatakan bahwa motivasi pada umumnya
didefinisika n sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. McClelland dalam Teeva n dan Birney (1964: 98) me ngartikan motif sebagai suatu dorongan yang menggerakan, mengarahkan dan menentukan atau memilih perilaku. Pengertian tersebut memandang motif dan motivasi dalam pengertian yang sama karena definisinya mengandung pengertian sebagai konsep, sebagai pendorong serta menggambarkan tujuan dan perilaku. Manullang (1991: 34) menyatakan bahwa motif adalah suatu faktor internal yang menggugah, mengarahkan dan mengintegrasikan
tingkah laku seseorang yang didorong oleh kebutuhan, kemauan dan keinginan yang menyebabkan timbulnya suatu perasaan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan.

Berdasa rkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu potensi yang ada pada individu yang sifatnya laten atau potensi yang terbentuk dari pengalaman, sedangkan motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian- kejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku
menjadi tindakan nyata.

Kinerja guru dalam kelas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan motivasi belajar siswa serta kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan kualitas pembe lajaran, begitu juga sebaliknya . Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, ma mpu membimbing dan mengarahka n siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan me miliki semangat dan motivasi dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.


PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN DAN KINERJA GURU TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SD NEGERI (SDN) DESA ROWOSARI KECAMATAN ULUJAMI KABUPATEN PEMALANG TAHUN 2011
Posted by: amirul bahri el-pemalang on: 25/07/2011
Oleh: Amirul Bakhri (105112007)
A. Latar Belakang
Pada dasarnya terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan pendidikan, antara lain: guru, siswa, sarana dan prasarana, lingkungan pendidikan, kurikulum. Dari beberapa faktor tersebut, guru dalam kegiatan proses pembelajaran di sekolah menempati kedudukan yang sangat penting dan tanpa mengabaikan faktor penunjang yang lain, guru sebagi subyek pendidikan sangat menentukan keberhasilan pendidikan itu sendiri. Studi yang dilakukan Heyneman & Loxley pada tahun 1983 di 29 negara menemukan bahwa di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutupendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Peranan guru makin penting lagi di tengah keterbatasan sarana dan prasarana sebagaimana dialami oleh negara-negara sedang berkembang. Lengkapnya hasil studi itu adalah : di 16 negara sedang berkembang, guru memberi kontribusi terhadap prestasi belajar sebesar 34%, sedangkan manajemen 22%, waktu belajar 18% dan sarana fisik 26%. Di 13 negara industri, kontribusi guru adalah 36%, manajemen 23%, waktu belajar 22% dan sarana fisik 19% (Dedi Supriadi, 1999: 178). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%.
Guru sebagai ujung tombak dalam meningkatkan mutu pendidikan perlu meningkatkan diri mereka Berkaitan dengan peningkatan kemampuan guru lahirlah Surat Keputusan Mendikbud Nomor 0854/U/1989 tanggal 30 Desember 1989 yang merupakan upaya peningkatan kualitas kemampuan sumber daya manusia (SDM) pada dunia pendidikan. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut tersurat bahwa prasyarat bagi guru Sekolah Dasar (SD) di masa mendatang diharapkan memiliki ijazah Diploma 2 (D2) atau yang disetarakan dengan D2 Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD). Dewasa ini guru SD menyadari pentingnya meningkatkan SDM dalam pendidikan. Hal tersebut dapat dilihat dari semangat mereka untuk melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi. Fenomena tersebut bisa kita lihat dari semangat dan banyaknya guru yang sedang menempuh pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan mereka sanggup untuk mengeluarkan biaya sendiri yang tidak sedikit jumlahnya. Dengan meningkatnya kualitas guru yakni peningkatan pendidikan mereka dan meningkatnya kinerja guru dalam mengajar akan berpengaruh terhadap motivasi siswa SD dalam belajar di kelas.
B. Pembatasan Masalah
Mengingat adanya berbagai macam keterbatasan yang ada pada peneliti, maka penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh tingkat pendidikan dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dalam penelitian dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh positif dan signifikan dari tingkat pendidikan guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011.
2. Adakah pengaruh positif dan signifikan dari kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011.
3. Adakah pengaruh positif dan signifikan dari tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SD Negeri (SDN) Desa Rowosari Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang Tahun 2011.
D. Kajian Teori
1. Tingkat Pendidikan Guru SD
Latar belakang pendidikan para guru SD terdiri dari beberapa jenjang pendidikan. Di antaranya adalah D2, Sarjana Muda dan Sarjana (S1). Berdasarkan kurikulum SD, beberapa jenis tingkat pendidikan kurang sesuai dengan bidang tugas sebagai guru kelas di SD. Program penyetaraan D2 adalah salah satu upaya untuk meningkatkan kualifikasi guru SD bagi mereka yang masih berpendidikan setingkat SLTA menjadi setingkat D2 lewat Program Penyetaraan D2 PGSD. Melalui program ini diharapkan para guru SD dapat meningkatkan kualitas dan kemampuan profesi guru melalui peningkatan akademis dari setingkat SLTA menjadi setara D2 tanpa meninggalkan tugas sehari-hari sebagai seorang guru.
Dengan demikian, walaupun mereka ditugaskan untuk belajar tetapi masih tetap diwajibkan untuk melaksanakan tugas, atau dengan kata lain tidak meninggalkan tugas sebagai guru. Mereka diharapkan mengikuti program ini tanpa mengganggu dan meninggalkan tugas pokok sehari-hari, oleh karena itu program ini menggunakan pendekatan pendidikan belajar jarak jauh (Depdikbud, 1992). Pelaksanaan proses belajar mengandalkan pada proses belajar mandiri dengan didukung oleh kegiatan tutorial. Sasaran dari program penyetaraan adalah meningkatkan kualitas dan kemampuan guru SD agar dapat melaksanakan tugas sesuai dengan pola hidup dan pola pikir manusia yang selaras dengan perkembangan ilmu dan teknologi (Depdikbud, 1993 :44).
Sementara itu, latar belakang pendidikan S1 di SD pada saat ini masih banyak yang belum relevan dengan bidang pengajaran di SD. Pendidikan S1 (bukan S1 PGSD) kurikulumnya tidak mengacu pada pendidikan dasar, tetapi mengacu pada pendidikan menengah. Mereka hanya mempunyai satu keahlian bidang studi, misalnya sosial politik, Pendidikan Moral Pancasila (PMP), Bimbingan dan Penyuluhan (BP), Ekonomi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Matematika, Administrasi Pendidikan, atau Geografi. Pendidikan ini memang tidak mempersiapkan sebagai guru kelas melainkan sebagai guru bidang studi pada pendidikan menengah. Kurikulum jenjang pendidikan ini sebenarnya untuk mendidik guru profesional jenjang sekolah menengah (Sekolah Menengah Tingkat Pertama (SMP) & Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMA) dengan spesialis pada bidang studi tertentu (Gaffar, 1994: 45).
2. Kinerja Guru
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah variabel guru. Guru mempunyai pengaruh yang cukup dominan terhadap kualitas pembelajaran, karena gurulah yang bertanggung jawab terhadap proses pembelajaran di kelas, bahkan sebagai penyelenggara pendidikan di sekolah. Menurut Dedi Supriadi (1999: 178), di antara berbagai masukan (input) yang menentukan mutu pendidikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja guru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nana Sudjana (2002: 42) menunjukkan bahwa 76,6% hasil belajar siswa dipengaruhi oleh kinerja guru, dengan rincian: kemampuan guru mengajar memberikan sumbangan 32,43%, penguasaan materi pelajaran memberikan sumbangan 32,38% dan sikap guru terhadap mata pelajaran memberikan sumbangan 8,60%. Menurut Cruickshank, kinerja guru yang mempunyai pengaruh secara langsung terhadap proses pembelajaran adalah kinerja guru dalam kelas atau teacher classrroom performance (Cruickshank, 1990: 5).
Berdasarkan pendapat tersebut di atas diketahui bahwa kinerja guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan sikap dan motivasi belajar siswa yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Kinerja guru yang berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa adalah kinerja guru dalam kelas. Meningkatnya kualitas pembelajaran, akan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.
Istilah kinerja dimaksudkan sebagai terjemahan dari istilah “performance”. Menurut Kane (1986:237), kinerja bukan merupakan karakteristik seseorang, seperti bakat atau kemampuan, tetapi merupakan perwujudan dari bakat atau kemampuan itu sendiri. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa kinerja merupakan perwujudan dar kemampuan dalam bentuk karya nyata. Kinerja dalam kaitannya dengan jabatan diartikan sebagai hasil yang dicapai yang berkaitan dengan fungsi jabatan dalam periode waktu tertentu (Kane, 1986:237). Suryadi Prawirosentono (1999: 2) mendefinisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka upaya mencapai tujuan secara legal. Menurut Muhammad Arifin (2004: 9), kinerja dipandang sebagai hasil perkalian antara kemampuan dan motivasi. Kemampuan menunjuk pada kecakapan seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas tertentu, sementara motivasi menunjuk pada keingingan (desire) individu untuk menunjukkan perilaku dan kesediaan berusaha. Orang akan mengerjakan tugas yang terbaik jika memiliki kemauan dan keinginan untuk melaksanakan tugas itu dengan baik.
Berdasarkan ungkapan tersebut di atas berarti kinerja guru (teacher performance) berkaitan dengan kompetensi guru, artinya untuk memiliki kinerja yang baik guru harus didukung dengan kompetensi yang baik. Tanpa memiliki kompetensi yang baik seorang guru tidak akan mungkin dapat memiliki kinerja yang baik. Sebaliknya, seorang guru yang memiliki kompetensi yang baik belum tentu memiliki kinerja yang baik. Kinerja guru sama dengan kompetensi plus motivasi untuk menunaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Oleh karena itu, kinerja guru merupakan perwujudan kompetensi guru yang mencakup kemampuan dan motivasi untuk menyelesaikan tugas dan motivasi untuk berkembang. Sementara itu, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa kinerja guru adalah kemampuan guru untuk mendemontrasikan berbagai kecakapan dan kompetensi yang dimilikinya (Depdiknas, 2004 : 11). Esensi dari kinerja guru tidak lain merupakan kemampuan guru dalam menunjukkan kecakapan atau kompetensi yang dimilikinya dalam dunia kerja yang sebenarnya. Dunia kerja guru yang sebenarnya adalah membelajarkan siswa dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Menurut pasal 28 ayat 3 PP Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan pasal 10 ayat 1 UU Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, kompetensi guru terdiri dari: a) kompetensi pedagogik; b) kompetensi kepribadian; c) kompetensi profesional; dan, d) kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Keempat kompetensi tersebut yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas secara langsung adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disusun rumusan kompetensi guru SD yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas. Rumusan tersebut difokuskan pada kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional. Adapun rumusan kompetensi guru SD yang mempengaruhi kinerja guru dalam kelas adalah:
a. menguasai bidang studi atau bahan ajar,
b. memahami karakteristik peserta didik,
c. menguasai pengelolaan pembelajaran,
d. menguasai metode dan strategi pembelajaran,
e. menguasai penilaian hasil belajar siswa.
3. Motivasi Belajar Siswa
Motivasi belajar siswa memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberhasilan proses maupun hasil belajar siswa. Salah satu indikator kualitas pembelajaran adalah adanya semangat maupun motivasi belajar dari para siswa. Ormrod menguraikan bagaimana pengaruh motivasi terhadap kegiatan belajar sebagai berikut.
Motivation has several effect on students’ learning and behavior:It directs behavior toward particular goal.It leads to increased effort and energy. Itincreases initiation of, and persistence in activities.It enhances cognitive processing. It lead to improved performance (Ormrod, 2003: 368 -369).
Motivasi memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar siswa, yaitu motivasi mendorong meningkatnya semangat dan ketekunan dalam belajar. Motivasi belajar memegang peranan yang penting dalam memberi gairah, semangat dan rasa senang dalam belajar sehingga siswa yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar yang pada akhirnya akan mampu memperoleh prestasi yang lebih baik.
Dalam pengertian umum, motivasi merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas-aktivitas guna mencapai tujuan tertentu. Woolfolk & Nicolich (1984: 270), menyatakan bahwa motivasi pada umumnya didefinisikan sebagai sesuatu yang mendorong seseorang untuk melakukan tindakan. McClelland dalam Teevan dan Birney (1964: 98) mengartikan motif sebagai suatu dorongan yang menggerakan, mengarahkan dan menentukan atau memilih perilaku. Pengertian tersebut memandang motif dan motivasi dalam pengertian yang sama karena definisinya mengandung pengertian sebagai konsep, sebagai pendorong serta menggambarkan tujuan dan perilaku. Manullang (1991: 34) menyatakan bahwa motif adalah suatu faktor internal yang menggugah, mengarahkan dan mengintegrasikan tingkah laku seseorang yang didorong oleh kebutuhan, kemauan dan keinginan yang menyebabkan timbulnya suatu perasaan yang kuat untuk memenuhi kebutuhan.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa motif merupakan suatu potensi yang ada pada individu yang sifatnya laten atau potensi yang terbentuk dari pengalaman, sedangkan motivasi adalah kondisi yang muncul dalam diri individu yang disebabkan oleh interaksi antara motif dengan kejadian-kejadian yang diamati oleh individu, sehingga mendorong mengaktifkan perilaku menjadi tindakan nyata.
McClelland (1977: 13 – 30) mengemukakan empat model motif, yaitu: 1) the survival motive model, 2) the stimulus intensity model, 3) the stimulus pattern model, dan 4) the affective arousal model. The survival motive model atau motif yang dipakai untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Motif ini bersumber pada kebutuhan-kebutuhan individu untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan biologis, seperti makan dan minum. Kebutuhan seperti itu akan dapat mendorong individu aktif berbuat untuk memenuhinya. The stimulus intensity model merupakan motif yang bersumber pada tingkat rangsangan yang dihadapi individu. Teori ini mengatakan bahwa motif atau dorongan untuk berbuat timbul karena adanya rangsangan yang kuat. Ini berarti agar timbul dorongan untuk berbuat harus ada rangsangan yang kuat.
The stimulus pattern model merupakan motif yang didasarkan pada pola rangsangan di dalam suatu situasi. Teori ini menyatakan bahwa motif timbul bila rangsangan situasi selaras dengan harapan dan tantangan organisme, dan bilamana rangsangan situasi berlawanan dengan harapan individu, maka akan menimbulkan pertentangan respon yang mengarah pada kekecewaan. The affective arousal model adalah teori motif yang mendasarkan diri pada pembangkitan afeksi, rangsangan atau situasi yang dihadapi individu dipasangkan dengan keadaan afeksi individu. Motif muncul karena adanya perubahan situasi afeksi individu. McClelland berasumsi bahwa setiap orang memiliki situasi-situasi afeksi yang menjadi dasar dari semua motif.
Lebih lanjut, McClelland (1977: 28) menjelaskan bahwa perilaku manusia sangat berkaitan dengan harapan (expectation). Harapan seseorang terbentuk melalui belajar. Suatu harapan akan selalu mengandung standar keunggulan (standard of exellence). Standar tersebut bisa berasal dari tuntutan orang lain atau lingkungan tempat seseorang dibesarkan. Oleh karena itu, standar keunggulan dapat merupakan kerangka acuan bagi seseorang pada saat ia belajar, mengerjakan suatu tugas, memecahkan masalah maupun mempelajari suatu kecakapan.
McClelland (1987: 4) mengembangkan teori motivasinya sampai pada bentuk-bentuk pengembangan motivasi berprestasi (N-Ach) yang sangat populer, khususnya di kalangan enterpreneur. McClelland berhasil merumuskan ciri–ciri operasional perilaku individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan individu dengan motivasi berprestasi rendah. Mereka yang memiliki motivasi tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) memperlihatkan berbagai tanda aktivitas fisiologis yang tinggi, 2) menunjukkan kewaspadaan yang tinggi, 3) berorientasi pada keberhasilan dan sensitif terhadap tanda-tanda yang berkaitan dengan peningkatan prestasi kerja, 4) memiliki tanggung jawab secara pribadi atas kinerjanya, 5) menyukai umpan balik berupa penghargaan dan bukan insentif untuk peningkatan kinerjanya, 6) inovatif mencari hal-hal yang baru dan efisien untuk peningkatan kinerjanya.
E. Kerangka Pikir
Tingkat pendidikan dan kinerja guru dalam kelas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan motivasi belajar siswa serta kualitas pembelajaran. Artinya kalau guru yang terlibat dalam kegiatan pembelajaran mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi dan kinerja yang bagus, akan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dipahami karena guru yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi dan kinerja bagus dalam kelas akan mampu menjelaskan pelajaran dengan baik, mampu menumbuhkan motivasi belajar siswa dengan baik, mampu menggunakan media pembelajaran dengan baik, mampu membimbing dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran sehingga siswa akan memiliki semangat dan motivasi dalam belajar, senang dengan kegiatan pembelajaran yang diikuti, dan merasa mudah memahami materi yang disajikan oleh guru.
F. Hipotesis
Dari data-data di atas, guru SD yang berpendidikan tinggi atau setara, maka akan mempengaruhi motivasi belajar siswa. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara tingkat pendidikan guru dengan motivasi belajar siswa. Begitu juga dengan kinerja guru, dengan adanya kinerja guru yang meningkat akan mempengaruhi kualitas guru dalam mengajar. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh kepemimpinan guru terhadap kualitas mengajar.
G. Metode Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang. Pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling. Dari sejumlah kelas yang ada kemudian diundi untuk menentukan kelas sampel. Berdasarkan hasil undian diperoleh hasil kelas 8 sebagai kelas sampel, yang terdiri dari kelas1, 3 dan, kelas 5. Adapun dari ketiga kelas tersebut diperoleh 130 siswa sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode angket. Angket digunakan untuk mengungkap data tentang kinerja guru dan motivasi belajar siswa. Angket yang digunakan adalah model angket tertutup, artinya responden tinggal memilih alternatif yang telah disediakan. Responden pengumpulan data adalah siswa, baik untuk tingkat pendidikan guru, kinerja guru maupun motivasi belajar siswa. Penggunaan siswa sebagai responden untuk pengumpulan data tingkat pendidikan dan kinerja guru didasarkan pada asumsi bahwa proses pembelajaran dianggap sebagai sebagai sebuah produk jasa pendidikan yang harus berorientasi pada kepuasan konsumen (customer satisfaction). Konsumen dalam jasa pendidikan salah satunya adalah siswa. Siswa dianggap sebagai pihak yang paling banyak mengetahui tentang kinerja guru dalam kelas. Untuk memperoleh data tersebut, digunakan kuesioner dalam bentuk skala Likert, yang dikirim ke masing-masing responden. Skala ini berisi seperangkat pernyataan yang merupakan merupakan pendapat mengenai objek. Pertanyaan-pertanyaan ini sebagian besar mengandung pendapat positif dan negatif. Responden diminta untuk menyatakan kesetujuan atau tidak kesetujuannya terhadap isi pertanyaan dalam lima macam kategori jawaban yaitu sangat tinggi (ST), tinggi (T), tidak tahu (TT), rendah (R), sangat rendah (SR). Setiap jawaban yang diberikan, akan mendapatkan nilai sesuai dengan arah pernyataan sebagaimana dalam tabel berikut:
Arah Pernyataan ST T TT R SR
Positif 5 4 3 2 1
Negatif 1 2 3 4 5
Validitas instrumen dalam penelitian ini digunakan validitas konstruk (construct validity) atau ada juga yang menyebut dengan istilah logical validity. Pengujian validitas konstruk dilakukan dengan analisis faktor dengan cara menghitung koefisien korelasi (r) antara skor butir dengan skor total. Kriteria yang dijadikan dasar untuk melihat valid tidaknya sebuah butir instrumen adalah dengan melihat besarnya nilai ”r” antara skor butir dengan skor total dengan ketentuan, apabila nilai ”r” >0,3 berarti nomor butir tersebut dinyatakan valid (Fernandes, 1984:28). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa dari 47 butir instrumen 3 butir dinyatakan tidak valid.
Uji reliabilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan pengujian internal consistency dengan teknik Alpha Cronbach. Pengujian dilakukan dengan melihat nilai koefisien Alpha Cronbach, sekurang-kurangnya 0,7 (Kaplan, 1982: 106). Berdasarkan hasil analisis menunjukkan instrumen dinyatakan valid karena memiliki Koefisien Alpha lebih besar dari 0,7. Instrumen kinerja guru memiliki Koefisien Alpha = 0,9299, instrument motivasi belajar siswa memiliki Koefisien Alpha = 0,8965.
H. Hasil Penelitian
Hasil penelitian tentang pengaruh antara tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa Sekolah Dasar Negeri (SDN) seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang, dapat dilihat dalam tabel-tabel di bawah ini yaitu sebagai berikut:
1. Statistik Deskriptif
Variable N Ter-tinggi Teren-dah Re-rata Va-rian Sim-pang Baku Ga-lat Baku
Motivasi Belajar (Y) 50 5,000 1,000 3,780 1,644 1,282 0,181
Tingkat Pendidikan (X1) 50 5,000 3,000 4,240 0,553 0,744 0,105
Kinerja (X2) 50 5,000 3,000 4,620 0,322 0,567 0,080
2. Koefisien Regresi
Model b t d.k. t-Kritis pada taraf signf. 50% Kesimpu-lan
Konstan (a) -3,484
X1 0,805 4,139 47 2,012 Signifikan
X2 0,833 3,266 47 2,012 Signifikan
3. Persamaan Regresi
Y’= a + b1.X1 + b2.X2
= -3,484 + 0,805 X1 + 0,833 X2
Y’ = nilai Y yang diprediksikan dari nilai X1 dan X2
a = intersep (nilai Y bila nilai X = 0)
b1 = slop / regresi (nilai kenaikan / penurunan Y, bila nilai X1 naik satu tingkat)
b2 = slop / regresi (nilai kenaikan / penurunan Y, bila nilai X2 naik satu tingkat)
4. Rangkuman Analisis Varian
Sum-ber Jumlah Kua-drat (JK) Derajat Kebeba-san (DK) Rerata Kua-drat (RK) F F-Kritis Pada Taraf Signifik-ansi 50% Kesimpu-lan
Regresi 34,663 2 17,331 17,740 3,195 Signifikan
Residu 45,917 47 0,977
Total 80,580 49
Variable Dependen (Y) : Kualitas Mengajar
5. Sumbangan Pada Varian “Motivasi Belajar”
Sumbangan Variable R Kua-drat F F-Kritis Pada Taraf Signifi-kansi 50% Kesimpulan
Tingkat Pendidikan 0,301 20,653 4,043 Signifikan
Kinerja 0,222 13,376 4,043 Signifikan
Tingkat Pendidikan dan Kinerja 0,430 17,740 3,195 Signifikan
Kinerja Setelah Tingkat Pendidikan 0,129 10,668 4,047 Signifikan
Tingkat Pendidikan Setelah Kinerja 0,208 10,668 4,047 Signifikan
I. Kesimpulan
Dari penelitian tentang pengaruh tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Adanya pengaruh yang sanagt tinggi antara tingkat pendidikan guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang yaitu sebesar 20%.
2. Adanya pengaruh yang tinggi antara kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang sebesar 13%.
3. Adanya pengaruh yang cukup tinggi antara tingkat pendidikan guru dan kinerja guru terhadap motivasi belajar siswa SDN seluruh desa Rowosari kecamatan Ulujami kabupaten Pemalang sebesar 17%.
J. Daftar Rujukan
Cruickshank, D.R. (1990). Research That Informs Teachers and Teacher Educators. Bloomington: Phi Delta Kappa Educational Foundation.
Dale, Timpe A. (1987). The Art and Science of Bussiness Management Leadership. New York: Kend Publishing Inv.
Dedi Supriadi. (1999). Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.
Departemen Pendidikan Nasional. (2004). Pengembangan Perangkat Penilaian Kinerja Guru. Jakarta: Ditjen Dikti, Bagian Proyek P2TK.
Depdikbud. (1993). Panduan Pemantapan Pengalaman Lapangan, Program Penyetaraan D-II Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Terbuka.
G. Yulk. (1999). Leadership in Organization (Kepemimpinan Dalam Organisasi). Terj. Udaya. Jakarta: Prentice Hall Inc.
Gaffar, F. (1994). Menyongsong Hari Esok. Edisi 4. Bandung: University Press.
Gregor,Mc. (1960). The Human Side of Interprises. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Kane, J.S. (1986). Performance Distribution Assessment. Dalam Berk, R.A. (Eds). Performance assessment (pp. 237-273). Baltimore: The Johns Hopkins University Press
Manullang. (1991). Pengembangan Motivasi Berprestasi. Jakarta: Pusat Produktivitas Nasional. Departemen Tenaga Kerja Republik Indonesia.
McClelland, D.C. (1977). The Achieving Society. New York: McMillan Publishing Co. Inc.
Muhammad Arifin Ahmad. (2004). Kinerja Guru Pembimbing Sekolah Menengah Umum. Disertasi doktoral, tidak diterbitkan. Universitas Negeri Jakarta.
Nana Sudjana. (2002). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru.
Ormrod, J.E. (2003). Educational Psychology, Developing Learners. (4d ed.). Merrill: Pearson Education, Inc.
Sahertian, P.A., & Sahertian, I.A. (1990). Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Program Inservice Education. Jakarta: Rineka Cipta.
Soelaiman, D.A. (1979). Pengantar Teori dan Praktek Pengajaran. Semarang: IKIP Semarang Pers.
Usman, M.U. (1992). Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda Karya.
W. Bennis, dan Nanus B. (1985). Visionary Lead, San Fransisco: Jossey Bass Publisher.
Wolfolk A.E. & Nicolich, Cune L. (1984). Educational Psychology For Teachers. Englewood Cliffs :

Jumat, 16 Desember 2011

RPP


Sekolah                                      : IKIP BUDI UTOMO MALANG
Kelas                                           : J 2009
Mata Kuliah                                : Ilmu Kepelatihan
Semester                                     : 4 (EMPAT)
Standar Kompetensi                   : Mempelajari Komponen Dasar Faktor – Faktor Latihan
                                                       Dengan Cara Memahami Unsur - Unsur Yang   
                                                       Terkandung Didalamnya

Kompetensi Dasar                      : Mempelajari Salah Satu Komponen Dasar    Faktor-Faktor
                                                       LatihanSerta Memahami Unsur-Unsur Yang Terkandung
                                                       Didalamnya
Indikator                                     : Cara Latihan Pembentukan Fisik Baik Pembentukan Fisik  
                                                       Umum   Maupun  Pembentukan Fisik Khusus
Alokasi Waktu                            : 1x20 Menit (1 x pertemuan)


A.       Tujuan Pembelajaran
1.    Mahasiswa Dapat Mengidentifikasi Latihan Pembentukan Fisik Baik Pembentukan Fisik Umum Maupun Pembentukan Fisik Khusus
2.    Mahasiswa Dapat Melakukan Latihan Pembentukan Fisik Baik Pembentukan Fisik Umum Maupun  Pembentukan Fisik Khusus

B.       Materi Pembelajaran
Ilmu Kepelatihan (Latihan Fisik)
1.    Latihan Pembentukan Fisik Baik
2.    Pembentukan Fisik Umum
3.    Pembentukan Fisik Khusus

C.       Metode Pembelajaran
1.    Inclusive (cakupan)
2.    Exampel (Contoh)
3.    Part and whole (bagian dan keseluruhan)
4.    Resiprocal (timbal-balik)   

D.      Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
1.    2 Menit (Pembukaan)
Berdoa, Presensi, Apersepsi Dan Pemanasan Memberikan Motivasi Dan Menjelaskan Tujuan Pembelajaran
2.    5 Menit (Inti)
Memberi Penjelasan Tentang Latihan Pembentukan Fisik Baik Pembentukan Fisik Umum Pembentukan Fisik Khusus Dengan Media LCD
3.    5 Menit (Observ)
Memberikan Contoh Melalui Vidio Pembelajaran
4.    3 Menit (Penutup)
Memberikan Penguatan, Evaluasi, Persiapan Materi Lanjutan, Penugasan, Berdo’a,

E.       Sumber Belajar
1.    Ruang Kelas
2.    Presensi
3.    Soft Copy
4.    Foto Copy Materi
5.    LCD
6.    Buku teks
7.    Buku referensi

F.        Penilaian

1.    Tehnik Penilaian
a.              Tes Psikomotor
-         Menjelaskan latihan fisik yang yang dilakukan dalam pelatihan olah raga
Keterangan :
                              Rentang skor antara 1 sampai dengan 4
NILAI  =  Jumlah skor yang diperoleh     X 50
                                                                      Jumlah skor maksimal



-    Menjelaskan latihan fisik yang diperlukan tubuh koordinasi gerak langkah dengan benar dan sungguh-sungguh
Keterangan  :
Memberi tanda cek (√ ) pada kolom yang sudah ada, setiap peserta tes menunjukkan / menampilkan perilaku yang diharapkan. Tiap perilaku yang di cek mendapat skor 1

NILAI  =  Jumlah skor yang diperoleh      X 30
                                                   Jumlah skor maksimal

b.             Tes Kognitif
-   Jawab secara lisan pertanyaan mengenai latihan fisik

Keterangan  :
Memberi penilaian terhadap kualitas jawaban peserta tes dengan skor 1 sampai dengan 4

NILAI  =  Jumlah skor yang diperoleh     X 20
                                                   Jumlah skor maksimal


RUBRIK PENILAIAN
UNJUK KERJA MEMAHAMI LATIHAN FISIK
Aspek Yang Dinilai
Kualitas Gerak
1
2
3
4

  1. Menjelaskan Jenis latihan fisik
  2. Menjelaskan fungsi dan manfaat latihan fisik
  3. Menjelaskan akibat kekurangan latihan fisik




JUMLAH

Skor maksimal 12














RUBRIK PENILAIAN
PERILAKU DALAM MEMAHAMI LATIHAN FISIK
PERILAKU YANG DIHARAPKAN
CEK (√ )
1.      Perhatian siswa terhadap guru saat menerima materi pelajaran
2.      Kesungguhan siswa dalam memperhatikan instruksi guru sehubungan dengan anjuran latihan fisik
3.      Ketaatan siswa untuk memenuhi anjuran guru agar memperhatikan rentang waktu antara mengkonsumsi latihan fisik dan melakukan aktivitas

Jumlah skor Maksimal
3



RUBRIK PENILAIAN
PEMAHAMAN KONSEP LATIHAN FISIK

Pertanyaan yang diajukan
Kualitas Jawaban
1
2
3
4

1.      Sebutkan pola latihan fisik yang diperlukan untuk atlet
  1. Berapa lama rentang waktu yang dibutuhkan antara latihan fisik dengan melakukan aktivitas
4.      Sebutkan akibat kekurangan latihan fisik bagi tubuh




JUMLAH

JUMLAH SKOR MAKSIMAL : 12



                                                                                            


              Malang, 29 Oktober 2011
 


      MENGETAHUI,                                                           GURU MATA PELAJARAN
     KEPALA SEKOLAH                                                                                                              




Dra. Yulita Puja Harti, M.Kes                                                   Agustinus Lamunde
NIP : .........................................                                                  NPM : 2091000510024